Rabu siang
Disaat beberapa orang menghabiskan siangnya untuk tidur siang atau hal lainnya. Namun pasangan ini juga mempunyai cara untuk menghabiskan waktu siangnya. Awan Seruni dan Dirga Maharja memilih menghabiskan waktu berdua di sebuah kafe langganan mereka. Sudah menjadi rutinitas tiap harinya.
Kopi
Selalu jadi alasannya.
Kalau kata orang namanya coffee-date
Dirga menemani Awan Seruni-nya menyelesaikan tugas kuliah dari dosen Awan. Ia menggerakkan tangannya ke rambut gadisnya, sedikit merapikan rambut Awan yang lumayan berantakan.
"Awan." panggil dirga.
"Apa kak?" jawab Awan tanpa menatap Dirga. Ia masih sibuk dengan dunianya dengan tugas. Kalau tidak dikarenakan tugas dari dosennya yang deadline-nya besok. Ia tidak akan mengacuhkan dirga sedari tadi demi mengerjakan tugasnya. "Dirga bersabarlah sebentar lagi." batin Awan.
"Kamu gak capek ngerjainnya, sayang?" tanya Dirga. Sudah sejam lebih gadisnya gadisnya berkutik dengan tugas-tugasnya itu. Bahkan segelas kopi milik gadisnya itu belum tersentuh.
Tunggu.
“Gak usah, kan beda jurusan kak. Aku gak apa-apa kok kak.”
Awan terkekeh pelan lalu melanjutkan tugasnya.
“Kalo capek banget bilang ya, jangan di paksain entar kamu sakit.”
“Iya bawel banget sih.”
“Kalo aku ga ada kan ga ada yang bawelin kamu.”
Dirga mengacak rambut Awan dengan gemas.
“Ngomong apa sih kak, aku ga suka.”
Awan menatap Dirga. Tugas kuliah sudah selesai. Tangannya mengambil segelas kopi di depannya, kemudian meminumnya. Haus. Sekali.
“Minum kopi mulu, tinggi enggak gendut iya.”
Ledek Dirga. Mengalihkan pembicaraan, ia tau awannya tidak suka pembicaraan semacam tadi.
“Gendut gini kamu suka kan.”
“Siapa bilang?”
Dirga mengeluarkan wajah julidnya. Menyebalkan, kalau saja bukan pacarnya dari tadi Awan sudah menyiram kopi didepannya. Cemberut itu saja yang bisa di ekspresikan.
“Nyebelin.”
“Sayang kamu pernah dengar ini ga?”
"Apa ya?.”
“Kopi itu kesukaan kamu. Awan itu kesayangan Aku.”
“Awan”
Panggil Dirga lagi.
“Iya Kak?”
“Kamu nunggu bentar disini ya?”
Awan mengerutkan keningnya.
“Emangnya mau kemana, kak?”
“Pulang.”
“Ngapain? Uang kamu ketinggalan, kak? Aku ada uang kok.”
Dirga menggelengkan kepalanya pelan.
“Ada urusan penting, sayang.”
Awan semakin heran dengan tingkah Dirga. Tidak biasanya dirga menyembunyikan sesuatu. Biasanya Dirga selalu terbuka dengannya. Kali ini mengapa? Aneh.
“Sekali ini aja ya, Sayang. Ini penting banget. Nanti aku bahas pas udah balik.”
Dirga berdiri dan menghampiri Awan, mendekap tubuh gadisnya. Entah kenapa ada perasaan aneh.
“Aku pulang sebentar ya, Awan Seruniku. Tunggu aku kembali.”
Dirga mengecup kening Awannya, dan beralih mengecup bibir manis gadis itu. Awan hanya mengangguk.
“Jangan lama-lama ya, kak?”
Dirga mengangguk.
“Kalau gak kembali jangan nangis ya nanti hujan turun kalau awannya sedih.”
Dirga mengacak-acak rambut awan.
“Kembali ya, kalau gak kembali aku patahin kaki kamu nanti.”
Awan mencubit perut datar Dirga yang tertutup baju denimnya. Dirga meringis pelan.
“Galak. Udah ya aku pulang bentar.”
Dirga meminum kopi milik Awan. Kemudian berlalu pergi.
“Dek, bangun!”
Panggil seorang pria.
Awan terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran begitu deras di keningnya. Awan mengepalkan tangannya pelan.
“Kak, Kak Dirgaku mana ya? Kok belum kembali.”
Tanya awan bingung.
Awan tertidur?
Awan menatap sekeliling kafe langgannnya. Ia bingung kenapa hanya Kak Jeffry yang bersamanya.
Dimana Kak Dirga Maharja nya?
Jeffry menghela nafas pelan sebelum menangkup wajah adiknya di tangannya. Ia menepuk pelan pipi adiknya.
“Dek, sadar. Udah 7 tahun. Dirga udah pulang dek.”
Pulang yang dimaksud pulang yang lain.
Awan menggelengkan kepalanya.
“Kakak bohong, baru tadi kak Dirga nemenin awan ngerjain tugas sambil minum kopi, Dirga cuma pulang kerumah bentar lagi balik. Kakak ngapain disini?”
Awan mencengkram tangan kakaknya.
“Dek, ikhlasin kak Dirga mu itu ya, udah 7 tahun dek, Dirga udah pulang ke rumah Tuhan.”
Awan mengatupkan bibirnya tak percaya.
Sudah 7 tahun, Dirga?
Kenapa rasanya baru kemarin kamu nemenin aku nugas
Dirga, ini mimpi kan?
Awan mengatur nafasnya tak karuan. Ia memukul-mukul kuat dadanya sendiri, ingin membunuh perasaan sesak yang amat dalam.
“Kak, bilang sama awan, ini mimpi kan?”
Awan menggucang pelan bahu kakaknya, mencari kebohongan di mata kakaknya. Nihil, mata itu jujur. Kakaknya hanya diam.
Dirga, kenapa?
“Kak, Dirga kembali kan?”
Lirih Awan hampir tak terdengar karena isakannya.
Jeffry mendekati adiknya. Kemudian membawa Awan ke dalam dekapannya. Adiknya tidak baik-baik saja. Hati Jeffry bak di iris sebuah pisau kala mendengar betapa adiknya sangat kehilangan.
“Ikhlasin ya dek, Dirga udah ga ada.”
Awan semakin terisak di dekapan kakaknya. Ia berusaha sekuat tenaga membunuh perasaan sesak yang tak usai-usai. Jari-jemarinya semakin memutih.
Hujan..
Sial kenapa harus hujan..
Jangan nangis cantik, itu liat hujan kan, semesta aja tau kalau awannya lagi sedih, udah ya jangan sedih.
Dirga...
Dirga, katanya pulang sebentar, aku nunggu kamu lohh
Dirga udah 7 tahun kamu belum mau balik sih?
-Fin